
JAKARTA - Apa rasanya bermain monopoli berukuran 3x3 m dan menjadi pion dalam permainan tersebut? Coba saja EcoMonopoly buatan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Adalah Annisa Hasanah, mahasiswa Departemen Arsitektur
Lanskap Fakultas Pertanian IPB yang menciptakan EcoMonopoly pada 2009 lalu. Permainan ini tak hanya dirancang sebagai ajang rekreasi, tetapi juga sarana edukasi kesadaran lingkungan.
Adalah Annisa Hasanah, mahasiswa Departemen Arsitektur
Lanskap Fakultas Pertanian IPB yang menciptakan EcoMonopoly pada 2009 lalu. Permainan ini tak hanya dirancang sebagai ajang rekreasi, tetapi juga sarana edukasi kesadaran lingkungan.
"Permainan ini diciptakan atas dasar masih kurangnya permainan atau media untuk menyampaikan pendidikan lingkungan di Indonesia, khususnya bagi anak-anak," kata Annisa seperti dikutip dari keterangan tertulis IPB, Sabtu (7/5/2011).
Dia menambahkan, kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan juga masih minim. Menurut Annisa, pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat diperlukan untuk membentuk mind-set yang ramah lingkungan di masa depan.
EcoMonopoly memodifikasi permainan monopoli yang sudah dikenal masyarakat. Selain ukurannya diperbesar, konten EcoMonopoly juga dimodifikasi dengan materi tentang lingkungan. "Dengan bermainEcoMonopoly, seseorang bisa mempelajari keanekaragaman hayati, taman nasional, jejak karbon, dan arsitektur lanskap,” kata Annisa.
Annisa pun melakukan simulasi permainan di kampus IPB Baranangsiang, yang diikuti oleh empat siswa SDN Babakan, Kecamatan Bogor Tengah, Bogor, baru-baru ini. Sabrina, Yulia, Rijal, dan Rizaldi, terlihat bersemangat memainkan EcoMonopoly yang baru mereka kenal itu.
Di atas lembar monopoli jumbo berbahan vinyl itu, empat siswa tersebut bergantian melempar dadu seukuran bantal tanpa khawatir akan menyakiti lawan mainnya. Dengan lincah, keempat pemain pun melompat ke sana ke mari sesuai hitungan dadu. Permainan ini pun tak hanya menarik perhatian anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Buktinya, banyak di antara mahasiswa dan pegawai IPB turut serta bermain dalam simulasi tersebut.
Annisa membuat purwa rupa (prototipe) EcoMonopoly menggunakan berbagai barang bekas. Dia memanfaatkan kayu bekas untuk pembuatan dadu, kertas daur ulang untuk membuat pion, baskom pengocok dadu dibuat dari kaleng alumunium bekas, serta uang yang digunakan dalam permainan terbuat dari kertas bekas pakai. Dengan begitu, konsep ini memiliki dua arti dalam EcoMonopoly, yakni eco secara material dan eco secara isi.
Tak urung, kreativitas Annisa menobatkannya sebagai satu dari empat orang duta lingkungan dari 18 negara berkembang di dunia. EcoMonopoly sendiri diganjar beberapa penghargaan seperti Best Project Danamon Young Leaders Award 2009, ASHOKA Young Changemakers 2009, dan Bayer Young Environmental Envoy 2010.
Annisa pun kebanjiran undangan untuk memperkenalkan permainan tersebut ke berbagai ajang. Di antaranya Pameran Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIII di Denpasar Bali, tahun lalu, dan World Youth Congress Exhibition di Istambul Turki.
Dia berharap mendapatkan bantuan dalam pembuatan hak kekayaan intelektual produknya. "Selain itu, dukungan materi juga sangat dibutuhkan untuk melakukan produksi EcoMonopoly secara massal sehingga bisa digunakan sebagai media edukasi oleh pengajar dan masyarakat di Indonesia,” kata Annisa.
EcoMonopoly telah dimainkan di sekolah-sekolah dasar di berbagai daerah. Misalnya di Bogor, ada SDN Babakan 01 dan SDN Babakan 03 Darmaga. Sementara di Tegal, puluhan anak di Desa Rembul dekat Gunung Slamet bergabung dalam kegiatan permainan EcoMonopoly.(rfa
)
0 komentar:
Posting Komentar